Mereka adalah orang-orang yang rutin berolahraga di Lapangan Bogowonto Surabaya. Menggerakkan tubuh, menyapa pagi, kadang malam. Lintasan hanyalah ruang pelarian yang sunyi. Tak ada tepuk tangan, tak ada sorak kemenangan. Hanya suara nafas dan hentakan kaki.

Cerita Malam

Pada suatu malam yang gelap, lintasan lari berubah menjadi ruang pelarian yang sunyi, tempat orang-orang datang bukan sekadar mengejar angka, tetapi melepaskan beban yang tak terlihat.

Di bawah lampu stadion yang menggantung seperti bulan buatan, langkah-langkah mereka memanjang dimana itu menjadi pembuktian bahwa dirinya masih sanggup bergerak meski hidup berkali-kali menariknya mundur.

Setiap napas yang membasahi udara malam itu, dan setiap hentakan kaki menjadi pengingat bahwa lari bisa menjadi cara kita untuk berdamai dengan realita yang terlalu bising..

Malam itu, di lintasan yang tak pernah tidur, mereka menemukan jeda sekecil apa pun untuk kembali menjadi diri sendiri.

Di lintasan malam, tubuh-tubuh yang letih terus dipaksa berlari, seolah satu-satunya cara untuk membuat hidup berhenti menggigit adalah membiarkan kaki mereka terbakar kelelahan.

Di bawah lampu stadion yang menyala seperti mata penjaga yang tak pernah tidur, mereka menantang batas, tak ada tepuk tangan, tak ada sorak kemenangan hanya suara sepatu menghantam tanah, berulang-ulang bagai ritual untuk mengusir beban yang ada di kepala.

Beberapa berlari demi meluapkan sesuatu, beberapa demi melupakan sesuatu, tapi malam tidak peduli, ia hanya menyaksikan bagaimana manusia mencoba melawan hidup dengan cara paling primitif.

Di sinilah malam menjadi saksi bahwa kadang, untuk bertahan hidup, manusia memilih untuk menyiksa fisiknya agar pikirannya bisa istirahat.

Cerita Pagi

Di pagi yang lembut dan belum tercemar tuntutan hidup, lintasan ini menjadi tempat orang-orang menunda sementara kejar-kejaran mereka dengan dunia.

Di sinar matahari yang masih hangat dan ramah, mereka berjalan bersama teman, kekasih, atau siapa pun yang membuat langkah terasa lebih ringan, seolah waktu di sini bergerak sedikit lebih pelan agar kebahagiaan kecil bisa dirayakan tanpa terburu-buru.

Tawa-tawa tipis, obrolan yang tidak penting, dan langkah santai di atas lintasan merah memberi ruang bagi mereka untuk bernapas sebelum realita kembali membuka mata dan mulai mengejar.

Di tempat ini, mereka mengizinkan diri untuk merasa utuh, karena begitu keluar dari gerbang stadion, hidup akan kembali meminta banyak hal.

Maka pagi ini, sebelum dunia menarik mereka kembali, mereka memilih untuk bersama, untuk tenang, untuk bahagia… walau hanya sebentar.

Dalam udara pagi yang masih jernih, ada mereka yang sudah berlari. bukan karena mereka dikejar siapa pun, tapi karena mereka tahu realita tidak akan memberi mereka kelonggaran.

Setiap hentakan kaki, setiap hembusan napas panas di udara yang masih dingin, terasa seperti janji yang mereka buat pada diri sendiri, bahwa sebelum hidup mulai menuntut, mereka setidaknya sudah memenangkan satu pertarungan kecil.

Di lintasan yang diterangi matahari muda, mereka berlari seolah mengejar versi diri yang lebih kuat, versi yang sanggup menghadapi apa pun.

Dan sebelum realita kembali mengambil alih, mereka berusaha mencuri satu momen kekuatan, satu momen di mana mereka mengendalikan hidup, bukan sebaliknya.